Thursday, March 2, 2017

Sayang Anak, Sayang Pasangan


"Eh tahu enggak, si A katanya cerai ya sama istrinya? Kok bisa cerai ya? Padahal kan istrinya cantik, baik, terus sayang banget sama anaknya"

"Eh katanya si B selingkuh ya sama cowok lain? Kok bisa ya? Padahal kan suaminya ganteng, kaya, terus kelihatannya juga baik dan perhatian ya"

Hmmm, mungkin sebagian orang ada yang pernah dengar kalimat-kalimat gosip kayak gini. Saya dan suami kayaknya sering banget dengar kalimat-kalimat ini di sekitaran kami. Mau coba tutup telinga, tapi da kedengaran, ya kita berdua mah cuman bisa ambil positifnya saja dari kalimat-kalimat itu, hehe. Hal gini tuh sebenarnya enggak cuman terjadi di lingkungan sekitar saja sih, yang secara terang-terangan dan sering komentar-komentar kayak gitu tuh biasanya ibu-ibu yang lagi ngomentarin soal rumah tangga para artis, ya kan? hehe

Enggak bisa dipungkiri deh, kalimat-kalimat di atas pernah terdengar dari mulut para ibu-ibu atau ada juga bapak-bapak yang biasanya lagi nonton gosip para artis. Dari hal-hal kayak gini, pak suami tiba-tiba bilang, "Makanya, bu, kalau udah nikah dan punya anak kayak gini mah kita teh harus seimbang,"

"Maksudnya, yah? Seimbang gimana?" tanya saya pada pak suami.
"Ya perlakuan kita harus seimbang sama pasangan dan anak. Misalnya nih yah, ibu hebat banget lah kalau ngurus soal Ziran. Dari mulai makannya, pakaiannya, semuanya pokoknya diperhatiin, jangan sampai ada yang kurang. Semua ibu lakuin yang terbaik buat Ziran supaya Ziran tumbuh dengan baik dan sehat. Tapi, ibu enggak melayani ayah sebagai suami dengan baik. Misalnya, ayah pulang kerja, ibu buad-baeud (cemberut) sama ayah, enggak nyambut ayah dengan senyuman. Atau ayah pulang kerja, ibu malah sibuk ngurus Ziran sampai-sampai enggak sempat menyiapkan air minum atau bahkan sun tangan sama ayah. Menurut ibu itu seimbang enggak?" jawab pak suami panjang lebar :D

Mendengar jawabannya, saya malah diam, tertegun.

Belum sempat menjawab, pak suami bertanya lagi, "Enggak seimbang kan?"

"Iya," jawab saya singkat sambil mengangguk.

"Ya gitu, bu. Kalau dengar dari beberapa teman atau fenomena-fenomena perceraian yang ada, biasanya penyebabnya gara-gara si pasangan itu enggak bisa seimbang dalam bersikap, terutama pada saat sudah punya anak. Banyak orangtua yang terlalu fokus pada anaknya, tapi enggak fokus sama pasangannya. Bisa jadi dia adalah seorang ibu yang baik tapi belum bisa menjadi istri yang baik. Dan bisa jadi dia adalah seorang istri yang baik tapi belum bisa menjadi ibu yang baik. Dan sebaliknya, ada juga ayah yang baik tapi dia enggak bisa jadi suami yang baik. Ada suami yang baik tapi dia enggak bisa jadi ayah yang baik. Kalau menurut ayah sih, setelah menikah dan mempunyai anak, perlakuan kita sama pasangan atau anak kita itu ya harus seimbang, enggak boleh berat sebelah."

Obrolan saya dan suami malam itu sedikit menampar diri saya yang saya akui kadang ada kalanya saya memang terlalu fokus pada Ziran, dan lupa pada peran saya sebagai seorang istri yang seharusnya juga melayani suami saya. Saya terlalu hanyut berperan sebagai seorang ibu karena merasa sudah berjuang selama 9 bulan mengandungnya kemudian menahan sakit yang luar biasa pada saat melahirkannya. Padahal, sebelum si buah hati lahir, ada suami juga yang berjuang bersama kita untuk mendapatkan sang buah hati, hehe.

Jadi, cobalah belajar untuk seimbang agar bisa menjadi ibu yang baik sekaligus istri yang baik atau ayah yang baik sekaligus suami yang baik ;)
Ya, semoga kita semua bisa menjadi pasangan yang baik serta orangtua yang baik ^^




0 comments:

Post a Comment