Thursday, August 3, 2017

Liputan dan Proyekan Saat Hamil, Enggak Masalah (1)

tulisan hasil wawancara dengan Pak Yamin
Setiap ibu hamil pasti mempunyai cerita serunya masing-masing pada saat mereka hamil, termasuk saya. Selama saya hamil Ziran dua tahun lalu, banyak banget cerita tak terlupakan dari mulai yang bahagia, lucu, hingga sedih. Seperti halnya pada saat saya sedang mewawancara salah satu narasumber untuk data tulisan saya.

Kala itu, saya sedang hamil tiga bulan, badan saya yang kurus dan usia kehamilan yang masih muda membuat saya tidak terlihat seperti orang yang sedang hamil. Meski saat itu saya sedang hamil muda dan lagi parah-parahnya morning sickness, hal tersebut tak menghalangi saya untuk terjuan ke lapangan (mengambil data di luar kantor). Saya masih tetap semangat mencari data kesana kemari dan mewawancara narasumber-narasumber untuk data tulisan saya. Bagi saya selama saya masih mampu dan mengatasi morning sickness, tak masalah pergi kesana kemari selama itu bisa melengkapi tulisan-tulisan saya, toh diam aja di rumah atau istirahat di kantor bikin jenuh.

Pada Selasa, 20 Januari 2015, saya mendapat tugas untuk menuliskan tentang toko Kelom Geulis yang ada di Jalan Cihampelas, Kota Bandung. Alasan saya mengambil tugas tersebut karena lokasinya yang dekat sekali dengan rumah saya. Untuk pergi ke sana saya hanya perlu berjalan kaki sebab kompleks rumah saya tepat berada di belakang toko tersebut. Saya pikir saya bisa ambil data sekaligus olahraga kalau ambil tema tentang Kelom Geulis, hehe.

Pagi-pagi, jalanlah saya ke toko Kelom Geulis untuk bertemu dengan pemiliknya. Sesampainya di sana saya bertemu dengan pemiliknya yang ramah, Pak Yamin Teramurni. Pak Yamin ini baik sekali dan dia senang bercerita. Saat itu, kami mengobrol banyak mengenai sejarah toko Kelom Geulis Keng yang sudah dirintis kakeknya sejak tahun 1942 sambil berdiri dan melihat-lihat kelom-kelom buatannya. Saking asyiknya mengobrol dan saya lupa memberitahu Pak Yamin kalau saya sedang hamil muda, tiba-tiba saja pendengaran saya perlahan menghilang dan mata saya perlahan kabur. Sesaat itu pula saya yang sedang mengobrol dengan Pak Yamin pingsan.

Pas sadarkan diri, yang pertama terpikirkan dalam benak saya bukan "si utun enggak kenapa-kenapa gitu ya?", tapi malah "duh malu euy sama Pak Yamin dan istrinya, lagi wawancara malah pingsan". Saya enggak tahu berapa lama saya pingsan dan enggak pengan nanya juga karena keburu malu duluan hahaha. Yang saya ingat saat itu pas lagi wawancara tiba-tiba suara Pak Yamin mendadak jadi kecil, ruangan jadi gelap, dan kebangun setelah nyium bau minyak kayu putih yang ditempelin ke hidung sama istrinya Pak Yamin.

Bangun-bangun langsung ditanya istrinya Pak Yamin, "Teh enggak kenapa-kenapa? Tadi pagi sarapan dulu enggak?"
"Sarapan kok, bu. Cuman saya lagi hamil tiga bulan kayaknya tadi kelamaan berdiri," jawab saya polos.
Pak Yamin yang mendengar jawaban saya langsung menimpali, "Aduh ai si teteh atuh bukannya bilang lagi hamil. Tak kirain lagi enggak hamil, saya kan jadi enggak enak ngobrolnya tadi sambil berdiri. Kalau tahu gitu kan kita ngobrolnya bisa sambil duduk aja."

Saya pun jadi ngerasa enggak enak sama Pak Yamin serta istrinya udah bikin khawatir dan ngerepotin. Alhamdulillah mereka semua baik dan langsung memberikan saya segelas teh manis, juga menawarkan saya makan. Namun, bukan tidak sopan saya menolak tawaran makannya karena saya takut malah muntah lagi di sana nanti jadi double deh malunya hehe. Alhasil, saya langsung nelepon papah buat menjemput ke toko Kelom Geulis Keng.

Sorenya, karena khawatir, pak suami ngajak saya periksa ke rumah sakit buat cek si baby utun apakah baik-baik saja? Walaupun berdasarkan cerita Pak Yamin saya jatuh pingsannya posisi terlentang bukan tengkurap, tapi untuk memastikan saja kalau saya dan si baby utun baik-baik saja dan alhamdulillah memang baik-baik saja. Hanya, saya memang perlu istirahat yang cukup dan tidak boleh berdiri dalam waktu yang lama karena saya tidak seperti ibu hamil pada umumnya yang terkena morning sickness biasa, saya terkena hyperemesis gravidarum.

Setelah kejadian ini apakah saya kapok buat terjun ke lapangan? Oh tentu saja tidak hahaha. Emang dasarnya bandel dan enggak ada kapok-kapoknya, meski saya terkena hyperemesis gravidarum, saya enggak berhenti buat melakukan banyak kegiatan. Kerjaan kantor tetap saya kerjakan (meskipun kadang-kadang di tengah-tengah jam kerja mabok parah dan harus pulang), bahkan pada saat hamil saya pun mengambil proyekan menulis yang cukup besar dari adiknya mantan Presiden RI, alm. Soeharto untuk museum Soeharto di Yogyakarta.

Proyekan menulis dari Pak Probo ini juga lumayan menguras otak dan tenaga saya (ceritanya nanti akan saya posting di postingan berikutnya, in shaa Allah). Meskipun begitu saya tetap senang mengerjakannya, entah kenapa saat hamil Ziran saya lagi semangat-semangatnya menulis, padahal kondisi badan sangat tidak memungkinkan. Semua itu berkat izin Allah dan tentu saja dukungan dari suami. Jadi, liputan dan proyekan saat hamil? Ya, enggak masalah ;)

Thursday, May 18, 2017

Ini Morning Sickness atau Hyperemesis Gravidarum?

Sabtu, 14 Februari 2015

Sudah 4 bulan lebih 1 minggu usia kehamilan saya pada saat itu, tepatnya 17 minggu. Kata orang, kalau sudah lebih dari 4 bulan mual-mual atau mabok saat hamil perlahan akan hilang. Namun nyatanya, semua itu tidak terjadi pada saya. Saya masih tetap mual-mual bahkan muntah-muntah. Kalau tidak ingat ada si jabang bayi dalam perut saya, rasanya ingin menyerah saja deh. Hayati lelah, bang, hehe

Tiada hari tanpa muntah, seriusan loh, dalam satu hari pasti aja ada muntahnya. Selama hamil Ziran belum pernah dalam sehari yang bebas tanpa muntah. Jadi, pas lagi hamil boro-boro pengin makanan yang enak-enak atau yang aneh-aneh, baru ngebayangin makanannya aja rasanya udah mual duluan dan ngebayangin capeknya muntah sehabis makan.

Kalau lagi parah-parahnya sehari bisa sampai lima kali muntah dan itu bikin perut sakitnya bukan main. Semua saran yang dikasih tahu teman, orangtua, mertua, dan keluarga, enggak satu pun ada yang mempan. Beberapa saran mengatasi mual pada saat hamil, di antaranya:
  • Makan sedikit demi sedikit tapi sering
Duh, pas nyobain saran yang ini saya malah makin pusing, soalnya jadi makin sering muntahnya. Apalagi sebelum masuk usia kehamilan 4 bulan, minum air mineral pun rasanya mual dan langsung muntah. Jadi, dulu sampai usia kehamilan 4 bulan, saya minumnya air teh. Minum air mineral dipaksain kalau mau minum obat aja. Terus pas sebelum 4 bulan juga saya enggak bisa makan nasi, jadinya kadang bandel makan mie rebus buat ngilangin mual atau kadang makan kerupuk yang atasnya dikasih nasi hangat lalu diberi garam, hehe. Sementara itu, buat pengganti nasi, saya makan kentang rebus dikasih keju, itu juga enggak terlalu sering sih karena kadang tetap muntah dan kalau udah gitu, saya harus cari makanan lainnya yang bikin enggak muntah. Jadi, untuk saran ini saya mah malah makan sedikit atau makan banyak tapi jarang, semau dan se-mood-nya aja kalau lihat makanan yang kemungkinannya kecil buat muntah *jangan ditiru ya hehe*
  • Mengonsumsi buah dingin atau jus buah
Nah ini nih, ampun deh selama hamil saya pilih-pilih banget sama buah-buahan dan jus buah. Padahal biasanya sebelum hamil saya doyan banget makan buah-buahan, kecuali jeruk ya soalnya saya phobia jeruk ^_^
Apalagi sama buah mangga, ya ampuuun nyerah deh sama buah yang satu ini, padahal ini buah kesukaan dan biasanya kan kalau orang hamil malah ngidam buah mangga kan ya? Kalau saya mah, duh, sama buah ini pas hamil musuh besar. Baru gigit sedikit aja langsung muntah, enggak dinanti-nanti lagi. Udah enggak inget lagi buah apa yang biasa dimakan pas hamil, perasaan sih enggak ada.
  • Makan permen jahe atau minuman hangat seperti wedang atau sekoteng
Kalau berdasarkan beberapa literasi, jahe banyak disarankan untuk ibu hamil yang lagi mual-mual karena mengandung minyak atsiri yang bermanfaat untuk mengatasi rasa mual. Zat tersebut membuat bau jahe menjadi khas dan terasa hangat di perut. Aroma jahe juga dipercaya dapat membuat tubuh dan pikiran rileks. Sayangnya, apapun yang berbau jahe buat saya malah menjadi pemicunya si mual datang yang kemudian membuat saya muntah-muntah.
  • Makan makanan yang tinggi karbohidrat dan protein, seperti roti, crackers, biskuit, dll
Duh, pengin banget deh pas hamil punya camilan-camilan ini, tapi semua itu hanya mimpi, hiks hiks. Karena enggak ada satu pun camilan semacam roti, biskuit, crackers, yang bisa mengganjal perut saya kalau kelaparan saat itu. Jadi, dulu satu-satunya camilan yang bisa dimakan dan bikin enggak mual adalah es krim dan yoghurt. Yang bilang, jangan kebanyakan makan es krim pas hamil nanti anaknya besar, itu cuman mitos. Beneran deh, malah dokter obgyn saya membolehkan saya makan es krim kalau memang es krim bikin saya jadi enggak mual atau muntah. Nanti deh ya, saya akan bahas mitos-mitos saat hamil serta fakta dan ilmiahnya :)

Jadi, kalau ada teman saya yang baru hamil dan mengalami mual/muntah hebat seperti saya, kemudian bertanya pada saya cara mengatasi mual/muntah pas hamil gimana? Selain saya kasih saran kayak saran-saran yang di atas, saya cuman bisa jawab sabaaaarrr dan coba makan apa aja yang bisa kamu makan dan enggak bikin kamu mual/muntah (seperti yang disarankan obgyn saya).

Ya, waktu saya hamil dan mengalami mual/muntah selama 40 minggu lebih 1 hari itu saya hanya bisa bersabar dan mencoba sebisa mungkin selalu makan meskipun pada akhirnya selalu saja ada yang termuntahkan. Selain itu, karena mual/muntah saya parah banget selama hamil Ziran, saya pun tergantung banget sama obat Mediamer yang dikasih dokter obgyn saya. Mediamer adalah obat mual untuk ibu hamil dengan vitamin B6. Kalau minum obat Mediamer ini ya muntahnya rada lumayan lah bisa jadi cuman sekali dalam sehari.

Mual/muntah saya yang berlebihan ini disebut dengan Hyperemesis Gravidarum (HG). Pada saat hamil, mual dan muntah kan memang wajar terjadi, biasanya pada empat bulan pertama atau 16 minggu pertama terjadinya dan biasa disebut dengan morning sickness.Bedanya morning sickness dan hyperemesis gravidarum adalah pada jangka waktunya. Pada morning sickness, rasa mual hanya berlangsung untuk jangka waktu tertentu, misalnya hanya di pagi hari atau pada saat makan makanan tertentu, bisa juga pada saat mencium bau-bau ternteu. Sementara itu, HG berlangsung secara konstan, mual dan muntahnya bisa terjadi setiap kali ibu hamil menelan makanan atau minuman.

Sebenarnya, hanya sekitar 0,5-3% ibu hamil yang mengalami HG. Salah satu tokoh terkenal yang pernah mengalami HG adalah istrinya Pangeran William yang ngehits itu loh, Kate Middleton. Ceileh, gaya ya si saya pas hamil meuni sama kayak Kate Middleton haha (sakit teh malah bangga nya si moy mah ^^v). Cik atuh ya padahal mah yang sama kayak Kate Middleton teh cantik sama nasibnya gitu ya haha (piss lagi ah ^^v)

Jadi, hey kalian, para ibu hamil bersyukurlah yang cuman mengalami morning sickness atau bahkan enggak ngalamin sama sekali rasanya mual/muntah, karena sesungguhnya masuk ke dalam ibu hamil yang 0,5-3% tersebut amatlah sangat menyiksa saudara-saudara. Dan karena HG juga saya lebih sering kontrol dibandingkan ibu hamil biasanya, pingsan serta rawat inap di RSIA. Alhamdulillah, Allah masih sayang sama saya dan si utun, karena akhirnya saya bisa melewati semua itu dalam 40 minggu 1 hari dan si utun lahir dengan selamat, sehat wal'afiat; sekarang udah 22 bulan, lagi lucu-lucunya.

Semangat buat para ibu hamil yang lagi merasakan mual/muntah, percayalah perjuangan melawan mual/muntah itu akan terbayarkan saat mendengar suara si jabang bayi nangis pas keluar dari perut kita :)

Dan buat yang mengalami HG seperti saya dulu, rajin-rajin kontrol dan konsultasi sama dokter obgyn-nya ya supaya enggak sampai dehidrasi akut dan si utun juga terpantau perkembangannya.



Tuesday, May 9, 2017

Cari Obgyn Itu Kayak Cari Jodoh

Dari pas zaman hamil Ziran pernah janji buat rajin nulis pengalaman tentang kehamilan di blog, tapi nyatanya itu hanya "mimpi" alias cuman sekadar janji, si saya terlalu banyak alasan, hehe. Jadi, sekarang janjinya mau ditepatin deh, meskipun anaknya udah 22 bulan. Enggak apa-apa lah ya, yang namanya berbagi pengalaman mah enggak ada kata terlambat :p

Di postingan kali ini, saya pengin berbagi cerita waktu cari obgyn atau dokter kandungan. Buat saya pribadi sih, nyari obgyn itu udah kayak nyari jodoh aja, ada kriterianya. Awal tahu hamil pas liat hasil test pack, saya langsung searching di Mbah Google, dokter kandungan perempuan yang bagus di Kota Bandung. Enggak cuman itu, saya juga banyak nanya sama kakak perempuan saya dan teman-teman saya yang sudah pernah melahirkan.

Dari hasil searching dan nanya sana sini, alhasil banyak yang rekomendasiin dokter Yena M. Yuzar di RSIA Limijati. Beliau sebenarnya praktiknya enggak cuman di RSIA Limijati, ada di RSIA Hermina Pasteur juga, tapi karena jarak kantor dan rumah saya lebih dekat ke Limijati, akhirnya saya lebih memilih ke RSIA Limijati. Kenapa sih saya milih dokter Yena? 
  • Alasan pertama, yang paling kuat sih beliau perempuan, hehe, soalnya dari awal nikah, suami udah wanti-wanti "kalau nanti hamil, pokoknya harus cari dokter kandungan yang perempuan, Aa enggak mau kamu diperiksa sama dokter laki-laki". 
  • Kedua, beliau muslim.
  • Ketiga, kata orang-orang sih beliau itu pro normal dan pro ASI.
  • Keempat, udah pasti baik ya makanya banyak yang ngerekomendasiin beliau.
  • Kelima, berdasarkan hasil survey di forum ibu-ibu hamil, katanya beliau itu ramah, kalem, sabar dan teliti.
Berdasarkan kelima alasan itu, berangkatlah saya ke dokter Yena di RSIA Limijati. Dan tadaaaaa, baru pertama kali kesana aja buset dah antriannya, bo, bisa dipakai buat tiduran dulu itu mah. Setelah berjuang dengan antriannya yang begitu aduhai, bertemulah saya dengan dokter yang ngehits di forum-forum ibu hamil ini. Pertemuan pertama dengan beliau, kalau saya sih biasa aja ya. Baik sih, ramah juga dan memang teliti, tapi karena dalam memilih obgyn, saya juga harus mendapat restu dan pendapat dari suami, saya pun bertanya pada suami bagaimana dengan penilaiannya terhadap dokter Yena. Kalau menurut suami saya sih, dia kurang cocok saya periksa di sana, karena katanya dokternya kurang komunikatif, dan lebih banyak diamnya, jadi harus kitanya yang cerewet baru beliau ngomong, kurang banyak ngasih masukan.

Sebenarnya dokter Yena itu bagus dan memang baik banget, tapi mungkin karena banyaknya pasien yang ingin diperiksa beliau, jadi beliau juga lelah kali ya kalau harus banyak ngomong sama semua pasien, hahaha. Selain apa yang dikatakan suami, saya enggak jadi milih dokter Yena buat periksa kandungan selanjutnya adalah karena antrinya yang aduhai, saya tak sanggup. Apalagi pas di kehamilan minggu ke-8, saya maboknya parah banget. Kebayang, kalau ngantrinya ke dokter Yena, bisa pingsan di tempat antrian kali ya saking muntah mulu selama ngantri.

Akhirnya, setelah kembali melakukan survey dengan mencarinya di internet dan nanya sana sini, saya dan suami memilih dokter Dini Hidayat di RSIA Limijati juga. Pertama kali kesana, tepatnya pada 28 November 2014, saya pun langsung jatuh cinta sama dokter satu ini. Suami pun merasa cocok dengan cara penyampaian dokter Dini selama meriksa saya. Alasannya kenapa akhirnya saya memilih dokter Dini Hidayat, adalah:
  • Pertama, beliau perempuan dan muslim. Seperti yang sudah disebutkan di awal, suami ingin saya diperiksa sama dokter perempuan. Kalau masalah muslim apa enggaknya sih sebenarnya saya dan suami bebas-bebas aja, tapi kalau dapat muslim itu jadi poin plus karena saya dan suami sih berharap kalau dokternya muslim, nanti pas saya melahirkan, beliau bisa membimbing saya juga dengan doa yang sama.
  • Kedua, dokter Dini ini baik, ramah, dan nyantei banget orangnya. Maksudnya nyantai banget itu, beliau enggak banyak pantangan, suka bercanda, dandanannya aja simpel dan sporty banget.
  • Ketiga, ngomonngnya Sunda-an euy, cocok sama pak suami yang Sunda pisan, hehe.
  • Keempat, banyak ngasih saran dan masukan yang baik buat saya dan suami. Jadi, saya dan suami pun enggak sungkan-sungkan buat nanya. Kalau lagi banyak yang ditanyakan, kontrol sama beliau bisa lama dari biasanya. Malah beliau suka nanya sama kita, "Ada keluhan enggak?", "Apa yang kerasa?", "Ada yang mau ditanyain? Enggak usah malu-malu, tanyain aja kalau memang ada yang harus ditanyain soal kehamilan".
  • Kelima, enggak ngantri dong, hehe. Waktu saya sih, beliau praktiknya setiap Selasa dan Kamis jam 18.00 WIB sampai sehabisnya pasien yang kontrol.
  • Keenam, beliau tepat waktu. Biasanya kan kalau kontrol suka banyak dokter yang ngaret karena praktik di tempat lain juga, nah kalau dokter Dini ini orangnya tepat waktu meskipun beliau juga praktik di tempat lain. (Oh ya, beliau praktik di Kopo sama RSHS juga ya)
  • Ketujuh, sudah pasti beliau pro normal dan pro ASI.
  • Kedelapan, beliau sangat perhatian sama pasiennya (kenapa saya bilang ini, nanti saya akan bahas di postingan lainnya soal kehamilan Ziran di minggu kesekian).
So, buat saya dan suami sih buat milih obgyn itu harus yang bisa bikin kita nyaman supaya nanti pada saat melahirkan pun beliau bisa membuat saya tenang dan nyaman. Ya, kayak kalau nyari jodoh, kalau ngobrol aja udah enggak nyambung, ketemu aja bikin enggak nyaman, ya udah deh kita END, hahaha. 

Buat ibu-ibu hamil yang lagi nyari obgyn, saran saya sih selalu diskusikan dengan suami, percaya deh apa yang dirasakan istri dan suami itu kalau sejalan, kesananya akan berjalan dengan lancar jaya. Karena apa yang diinginkan suami pun pasti yang terbaik buat sang istri.


PS:
buat penggemar dan pasiennya dokter Yena, mohon maaf ya, bukannya mau membanding-bandingkan, tapi ini sih berbagi pengalaman aja. Semua dokter obgyn juga bagus kok, tapi kan enggak semuanya harus diperiksa di obgyn yang sama, hehe, semua punya kriterianya sendiri saat memutuskan untuk memilih dokter kandungan ^_^

Thursday, May 4, 2017

Hamil Yang Dirindukan


Dulu, saat hamil Ziran rasanya rindu ingin segera bertemu dengan si buah hati yang saya sendiri belum tahu bagaimana rupanya. Sekarang, di saat Ziran sudah berusia 21 bulan kok ya rasanya rindu lagi masa-masa pas hamil Ziran. Nah lho! Apa ibu-ibu yang baru punya anak satu ngerasain hal yang sama juga kayak saya apa enggak ya? hehe

Kok rasanya rindu ada yang nendang-nendang dari dalam perut, rindu ngusap-ngusap perut yang semakin membesar, dan rindu ngajak ngobrol si utun yang ada di dalam perut lagi. Meskipun dulu pas hamil Ziran, saya mual muntahnya parah banget sampai sembilan bulan, tapi ya enggak bisa dibohongi, menjadi ibu hamil itu menyenangkan. Menjadi ibu hamil itu amazing banget buat saya. 

Selain merasa takjub karena adanya makhluk hidup yang bergerak-gerak di dalam perut, hamil juga membuat saya merasa menjadi wanita spesial. Nah ini nih beberapa alasan kenapa jadi ibu hamil itu terasa spesial dan begitu dirindukan?

  • Orang-orang di sekitar jadi lebih perhatian dan pengertian sama ibu hamil
Ya, meskipun enggak semua orang "peka" terhadap ibu hamil, tapi saya sih waktu hamil ngerasanya orang-orang di sekitar jadi lebih perhatian dan pengertian. Misalnya di tempat umum, kalau ada ibu hamil yang perutnya lagi besar-besarnya, biasanya orang-orang akan lebih mendahulukan/memprioritaskan ibu hamil dan orang-orang terasa lebih santun. Orang-orang di sekitar pun *terutama waktu di kantor dan di rumah sih hehe* biasanya suka memaklumi ibu hamil yang kerap ketiduran atau cepat banget lelah, jadinya dikit-dikit istirahat dan orang-orang di sekitar akan menyuruh ibu hamil untuk beristirahat atau membiarkan tidur lebih lama :p
  • Selalu ditawarkan apapun, padahal lagi enggak pengin-pengin amat
Nah ini nih, karena orang-orang suka beranggapan ibu hamil kerap ngidam, jadinya kalau lagi hamil terus nyeletuk, "Ih kayaknya itu enak deh", orang-orang di sekitar pasti langsung, "Mau Moy? Nih buat Moy, kasihan bisi anaknya nanti ngacai" atau "Mau Moy? Nanti aku beliin ya, kasihan ibu hamil lagi ngidam", hahaha *padahal mah ya cuman kelihatannya aja enak, enggak terlalu pengin-pengin amat alias kabita doang*. Dan selama hamil Ziran pun, alhamdulillah enggak ngerasain ngidam yang aneh-aneh, malah udah ngelahirin banyak penginnya haha.
  • Makanan enak-enak dan sehat-sehat
Karena lagi hamil itu perlu nutrisi dan gizi yang seimbang, terutama saat kehamilan semakin membesar, seperti saat memasuki trimester kedua. Pada saat trimester kedua, janin tumbuh dengan sangat pesat, khususnya mengenai pertumbuhan otak berikut susunan syarafnya sehinggabertambah pula kebutuhan gizi dan nutrisi ibu hamil (sumber: bidanku.com). Jadi, pas hamil, orang-orang di sekitar, terutama suami dan keluarga, pasti sangat memperhatikan makanan ibu hamil, dan biasanya selain makanannya sehat-sehat, ibu hamil suka ditawarkan makanan yang enak-enak.
  • Suami perhatiannya berkali-kali lipat dari biasanya ^_^
Kalau ini, enggak tahu saya yang lebay atau emang semua perempuan ngerasanya gitu. Gitu enggak sih, bu, ibu? hehe. Kalau saya sih ngerasanya gitu, suami kok ya rasanya perhatiaaaaan banget. Perhatian zaman pedekatean mah lewaaat. Pas zaman hamil Ziran, ya ampun, pak suami luar biasa perhatiannya. Pergi dan pulang kerja enggak boleh bawa motor sendiri, enggak boleh naik angkot, harus diantar jemput sama dia, kalau dia enggak bisa jemput saya harus naik taksi. Terus, selalu ditawarin apapun, baik itu makanan, belanja, perawatan, liburan, dan sebagainya. Tiap jalan-jalan tangan selalu dipegang, pekerjaan rumah dibantuin, biasanya minta dipijitin eh pas hamil dia yang rajin mijitin. Like a princess banget deh pokoknya waktu hamil :D
  • Berat badan bertambah dan badan terasa lebih seksi *hahaha*
Kayaknya kalau yang ini sih enggak semua orang senang ya? hehe. Kalau saya sih senang banget soalnya badan saya ya ampun slim banget deh alias kurus abis, bahkan sampai hamil 7 bulan Ziran aja kayak yang lagi enggak hamil. Jadi, waktu pas hamil, lihat berat badan naik sampai 18kg kok saya mah malah girang banget ya, badan jadinya berisi dan berasa seksi aja gitu haha. Dan setelah melahirkan, berat badan pun menyusut dengan begitu cepat, malah enggak ada yang tersisa lagi dari kenaikan 18kg itu (berat badan malah di bawah berat badan waktu pas pertama nikah, tambah kurus T___T). Makanya, kalau buat saya sih naik berat bada pas hamil itu merupakan hal yang dirindukan ^_^

Gimana? Ada yang mau menambahkan lagi hal apa aja yang bikin ibu hamil merasa menjadi wanita spesial dan selalu dirindukan? Kalau saya sih rasanya cuman segitu, enggak tahu deh kalau ada yang kelupaan dan belum ketulis.

Makanya, kadang kalau lihat saudara atau teman yang lagi hamil suka kabita ^_^ *kabita hamilnya, bukan kabita punya anak laginya*. Kalau lagi "kambuh" kabita hamilnya, suka banyak yang bilang, "Lah Moy kalau kabita hamil lagi mah sok atuh geura kasih ade lagi buat Ziran!"

Nah giliran dibilang kayak gini, saya dan suami cuman bisa senyum aja. Kenapa? Soalnya saya dan suami memang belum terpikirkan untuk menambah anak lagi, malah kalau suami sih sudah fix cuman pengin punya anak satu aja dan saya menghargai keputusannya. 

Kalau ditanya alasannya kenapa cuman mau punya anak satu? Atau ada yang bilang, "Kasihan atuh Moy kalau Ziran jadi anak semata wayang mah, nanti udah besar bisi kesepian". Saya dan suami hanya bisa tersenyum kembali, tak mau banyak cakap.

Orang bebas men-judge, kok saya dan suami kayaknya egois banget ya cuman mau punya anak satu, tapi yang pasti kami berdua punya alasan sendiri yang membuat kami memutuskan hanya ingin mempunyai Ziran. Kalau toh tiba-tiba di tengah jalan kami dipercaya atau diberi amanat lagi sama Allah sih beda cerita lagi ya, itu mah namanya rezeki, ya pasti kami pun akan menyambutnya dengan senang hati :)

Jadi, kalau ditanya, rindu hamil lagi enggak sih? Ya, rindu. Tapi, kalau ditanya ingin punya anak lagi enggak sih? Hmmm, masih bingung jawabnya. Pengin enggak ya, hehe.


Wednesday, April 12, 2017

Tempat Makan Halal dan Wisata Halal di Bali? Cekidot!

Satu bulan sebelum menikah, di sela-sela waktu sibuk kami dalam mempersiapkan acara pernikahan, tak lupa kami juga mempersiapkan acara untuk honeymoon. Ahay! Dari mulai tanggal cuti yang sudah direncanakan hingga mencari tiket pesawat serta travel yang murah meriah untuk acara honeymoon kami nanti. Destinasi pilihan kami saat itu adalah Bali. Nampaknya pulau Dewata kerap menjadi pilihan pasangan baru untuk honeymoon ya, hehe.

Karena ini adalah liburan perdana kami ke luar pulau menaiki pesawat dan hanya berdua, jadi kami memilih untuk menggunakan travel dan tour guide selama di sana. Alasannya, pertama, kami sama sekali belum pernah ke Bali dan kami takut nyasar *alasannya bocah banget ya :p*. Kedua, menghemat waktu, biar selama di sana langsung diantar sama driver-nya ke tempat-tempat wisata yang ada di Bali, jadi kami tak perlu repot-repot dan buang-buang waktu untuk nyari alamat.

Namun, dari pengalaman pertama kami pergi ke Bali ini ada satu persiapan yang sempat luput dari perencanaan kami, yaitu mendata tempat makan halal yang ada di Bali. Pasalnya, kami berdua muslim, dan saat kami ke Bali pertama kali itu, kami agak sedikit kesulitan menemukan tempat makan yang halal. Alhasil, kami berdua lebih banyak memilih makanan cepat saji yang sudah terkenal, seperti Mc Donalds, KFC, Black Canyon Coffee, dan lain-lain. Dan selama tiga hari kami disana makan makanan cepat saji terus, rasanya bosan dan lumayan mengocek isi dompet juga, hafiuh. *Niatnya mau ngirit, eh malah jadi diluar anggaran gara-gara makan di tempat makan makanan cepat saji terus #gagalhemat*

Maklum lah, karena ini liburan perdana kami ke daerah orang lain yang masyarakatnya mayoritas non muslim, kami sampai lupa mencari data di internet atau bertanya pada teman kami yang pernah/tinggal di Bali mengenai tempat makan halal di sana. Saat itu, yang ada dalam pikiran kami malah tempat wisata apa saja yang asyik buat dikunjungi, haha.

Oleh sebab itu, saat liburan akhir tahun 2016, saya dan suami yang punya rencana untuk liburan lagi ke Bali bersama keluarga (anak, orangtua, dan kakak), lebih mematangkan lagi persiapan kami untuk liburan kedua kami ini. Salah satunya, mencari travel yang men-support wisata halal. Alasan kami mencari travel yang men-support wisata halal, di antaranya adalah agar mendapatkan supir/tour guide yang beragama Islam sehingga dia tahu tempat makan mana saja yang halal serta tempat untuk kami solat.

Penting banget ya harus punya daftar atau tahu tempat makan dan menu halal di Bali? Buat saya dan keluarga sebagai umat beragama Islam sih so pasti, itu hal yang harus diutamakan. Kenapa? Karena sudah jelas di beberapa ayat dalam Al Quran dan juga hadis dibahas soal makanan yang baik, halal dan haram bagi umat muslim. Makanan yang baik dan halal akan mengarahkan kita menuju pada gaya hidup yang lebih sehat. Jika kita sehat, maka ibadah kepada Allah juga akan lebih optimal, maka dari itu bagi umat muslim makanan halal itu wajib. 

Berikut adalah beberapa ayat Al Quran terkait dengan makanan yang baik, halal dan haram:
1. QS. Al Baqarah: 168, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”

2. QS. Al Baqarah: 173, “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Nah, dari pengalaman pertama saya dan suami saat honeymoon, akhirnya untuk liburan kedua bersama keluarga, kami searching sana sini dulu untuk mendapatkan travel yang men-support wisata halal. Akhirnya kami mendapatkan travel sesuai yang diinginkan.

Dari pengalaman liburan kedua bersama keluarga dengan travel yang men-support  wisata halal, saya punya tips buat kalian yang ingin mencari tempat makan halal di Bali, yaitu:

1. Tanya sama teman kamu yang pernah/tinggal di Bali soal tempat makan halal di Bali.

2. Kalau enggak punya kenalan di Bali, kamu kan bisa searching soal tempat makan halal di Bali melalui internet. Zaman sekarang kan sudah canggih, coy! 

3. Saat di lokasi atau tempat makan yang kamu kunjungi, coba lihat dulu deh menunya, tempat tersebut menyediakan menu berbahan babi atau enggak. Karena dari pengalaman saya dan suami, kita pernah datang ke sebuah tempat makan, dia bilang halal tapi di menunya ada makanan yang berbahan babi. Walah, gimana coba kalau masaknya disatukan di wadah yang sama dengan makanan berbahan babi, sama-sama aja dong enggak halal namanya.

4. Jangan pernah sungkan atau ragu menanyakan kepada si penjual atau pemilik restorannya tentang kehalalan makanannya. Makanan halal bukan hanya makanan yang bukan berbahan babi. Daging ayam, bebek, sapi atau lainnya juga bisa jadi makanan enggak halal kalau hewan-hewan ini ketika disembelih disebut nama selain Allah, seperti yang tercantum dalam QS. Al Baqarah: 173. Jika penjualnya beragama Islam, mereka tidak akan tersinggung kok, justru mereka akan dengan senang hati menjelaskan soal tempat makannya yang halal. 

5. Kalau kamu masih saja ragu dengan kehalalan tempat makan yang ada di Bali, ya sudah berarti carilah tempat makan makanan cepat saji yang sudah bersertifikasi halal dari MUI.

Nah, dari liburan kedua saya tersebut dan setelah mengikuti beberapa tips seperti yang saya tulis, saya mendapatkan beberapa rekomendasi tempat makan yang halal di Bali, di antaranya adalah:

1. Warung Nasi Ayam Bu Oki
Foto diambil dari:
https://www.wadezig.com/wp-content/uploads/2015/12/wdzgxbali-19.jpg
Warung Nasi Ayam Bu Oki berlokasi di Jalan Siligita No. 27 Nusa Dua. Salah satu tempat makan halal di Bali ini menyajikan beragam menu seperti pindang telur, ayam suwir, ati ampela dan lawar. Namun, ada juga menu spesial yang bisa dipilih pengunjung, yaitu Nasi Ayam Campur yang terdiri dari nasi putih, kuah pedas, ayam betutu, kacang, sayur urap, sate lilit dan sambal.


Foto diambil dari: http://foodventurer.me/blogs/wp-content/uploads/2014/10/DSC_0841-e1412692618614.jpg
















2. Warung Nasi Nikmat

Foto diambil dari:
http://www.vkeong.com/eat/warung-nikmat-masakan-khas-jawa-kuta-bali/
Warung Nasi Nikmat terletak di Jalan Bakung Sari Gang Biduri No. 6A Kuta. Warung nasi ini menyuguhkan beragam makanan khas Jawa yang lezat, murah, dan tentunya halal. Tak hanya itu, di sini juga wisatawan yang beragama Islam dapat menemukan sate lilit khas Bali yang halal. Satu hal yang lagi yang mebuat saya dan keluarga cocok makan di sini, bukan hanya makanannya yang halal melainkan di sini juga disediakan fasilitas mushola untuk yang beragama Islam.

3. Nasi Pedas Ibu Andika
Foto diambil dari:
https://media-cdn.tripadvisor.com/media/photo-s/09/bb/5a/7c/nasi-pedas-ibu-andika.jpg

Restoran yang beralamat di Jalan Raya Kuta No. 120C ini sudah beroperasi sejak sekitar tahun 1980-an. Kalau di Pulau Jawa, warung Nasi Pedas Ibu Andika ini mungkin semacam warteg, berbagai macam lauk dan sayuran bisa dipilih. Meskipun namanya Nasi Pedas Ibu Andika, namun sebenarnya nasinya hanya berupa nasi putih biasa, tidak pedas. Justru yang menjadi ciri khas dari warung ini adalah sambalnya yang pedas kebangetan. Makanan yang disajikan tidak semua otentik masakan khas Bali, tapi warung ini sudah menjadi salah satu ikon wisata kuliner halal di Bali. Lokasinya pun mudah ditemui, yaitu tepat di seberang toko souvenir terkenal di bali, yaitu Joger. 

Foto diambil dari: http://www.kabarkuliner.com/wp-content/uploads/2016/08/Nasi-Pedas-Bu-Andika-Bali.jpg

Selain tempat makan juga, enaknya kalau berwisata dengan tour travel yang men-support wisata halal adalah mereka akan menunjukkan mushola atau masjid yang ada di Bali. Misalnya, di daerah Kuta, kita bisa ke Masjid Ar Rahmat di Jalan Raya Kuta, Kabupaten Badung, Bali; Masjid Al Mujahidin di Jalan Raya Kuta, Gg. Rai Yasa, Kuta; dan Masjid Al Amin di Jalan Raya Tuban, Kompi Senapan A Yonif 900 Tuban, Kuta, Kabupaten Badung. Kita juga bisa mengunjungi salah satu masjid tertua di Bali, yakni Masjid Kuno Singaraja yang ada di Jalan Hasanudin, Kelurahan Kampung Kajanan, Singaraja, Bali.

Jadi, dari pengalaman liburan yang kedua ini, bagi yang muslim, saya sarankan kalau mau berlibur ke daerah yang mayoritas non muslim, coba deh cari-cari tahu dulu travel yang men-support wisata halal di Mbah Google. Nih, misalnya ketik kata kunci “paket tour dan travel wisata halal 2017” dan tadaaaaa, kalian akan melihat kalau Cheria Halal Holiday menduduki peringkat teratas dan langsung berada di halaman pertaman Mbah Google. 



Kalau Mbah Google sudah merekomendasikannya di halaman pertama seperti ini, cusss kalian langsung lihat deh profilnya Cheria Halal Holiday di halaman resminya biar meyakinkan hati kamu supaya enggak salah pilih. Kayak kamu mau pilih jodoh aja, enggak mau kan dapat pasangan yang “abal-abal”, penginnya pasti pasangan yang punya testimonial baik, nah, begitu juga dengan memilih agen travel untuk liburan kamu. Kamu harus lihat dengan seksama, apakah travel tersebut memiliki testimonial yang baik apa enggak di mata pelanggan.

Dan setelah baca-baca halaman resminya, ternyata Cheria Halal Holiday ini merupakan travel yang men-support wisata halal. Travel tersebut menyediakan kebutuhan paket tour muslim untuk dalam dan luar negeri. Mereka hadir pada 2012 dalam rangka memenuhi salah satu kebutuhan umat Islam melakukan perjalanan ibadah, yaitu pentingnya menu halal di tempat kunjungan wisata kalau ke negeri non muslim sekalipun. Karena adanya fatwa MUI tentang wisata halal, yuk, yang mau wisata halal mulai lebih teliti lagi nyari tour travel untuk wisata halal!

Duh, kemana aja ya si saya, kok bisa telat tahu soal Cheria Halal Holiday, tahu gitu kan pas honeymoon dan liburan tahun kemarin saya enggak perlu repot cari sana sini buat nyari travel yang halal. Sekarang sih karena sudah tahu ada tour travel halal, jadi kalau nanti mau liburan lebaran, liburan akhir tahun/tahun baru, atau wisata halal, bakal langsung pilih Cheria Wisata Tour Travel Halal Terlengkap di Indonesia deh biar liburannya makin berkah dan perut juga aman dari makanan yang tidak halal.

Buat yang mau lihat paket tour travel halal di negara lainnya, bisa dibuka link-link alamat di bawah ini:



Lomba Menulis Artikel Cheria Wisata

Thursday, April 6, 2017

Valakor dan Respek


Valakor. Apa itu valakor? Kok rasanya akhir-akhir ini lagi rame banget yang bahas dan sebut-sebut istilah tersebut. Awalnya saya juga enggak tahu apa itu valakor, saya pikir pelesetan dari si hantu Valak yang ada di film The Conjuring 2. Ternyata eh ternyata setelah kepo sana sini, valakor yang lagi booming sekarang tuh pelesetan dari kata pelakor yang merupakan singkatan dari perebut laki orang. Waduh, jauh banget ya sama persepsi awal saya hahaha. Zaman sekarang mah ya selain banyak baca buku, harus juga banyak baca informasi-informasi terhangat yang ada di internet biar enggak kudet alias kurang update ^_^

Ngomong-ngomong soal valakor, di media sosial dan beberapa berita daring lagi heboh tuh soal valakor pasangan dokter. Cung, siapa yang di sini balanemo alias pengikutnya akun gosip yang ngehit sejagat Instagram? hehe. Kalau yang suka kepoin akun gosip itu, pasti udah tahu lah ya soal berita valakor ini. Yang enggak suka kepoin atau bukan pengikut akun gosip tersebut aja, gara-gara berita valakor ini jadi penasaran dan ikut-ikutan kepo nih, termasuk saya, hehe ^^v

Di postingan ini, saya enggak akan bahas ceritanya secara terperinci ya, jadi buat yang penasaran dan belum tahu soal berita tersebut dan pengin tahu secara detil, monggo di-search aja di mbah Google. Intinya secara garis besar, ada seorang istri yang sedang hamil dan umur pernikahannya masih seumur jagung diselingkuhi sama suaminya dan si suaminya konon lebih memilih selingkuhannya, bahkan katanya udah berencana untuk menikah. Coba bayangkan, nikah baru beberapa bulan, lagi hamil, terus diselingkuhin! Hayati sakit hati, bang.

Hampir sebagian besar respon soal berita ini memihak si istri yang sedang hamil tersebut dan menghujat si suami serta selingkuhannya alias si valakor itu. Terutama para kaum hawa, unch pada emosi jiwa komen-komennya juga. Kalau kata akun gosip yang ngehit sejagat Instagram itu mah, liat cerita mba dokter dan suami serta valakor ini, "mari kita gelar tiker sambil nyemil batako" alias bakalan panjang ceritanya (gosipnya).

Saya sebagai perempuan dan seorang istri serta seorang ibu satu anak, ikutan kesel dan emosi juga pas baca berita tersebut. Namun, apalah saya ini yang enggak kenal sama si mba dokter tersebut dan enggak tahu kehidupan serta cerita aslinya bagaimana. Bukan hak saya juga untuk mencampuri urusan mereka ataupun memihak salah satu di antara ketiganya. Saya sebagai pembaca informasi yang disebarkan di dunia maya ini hanya bisa mengambil pesan dari informasi tersebut. Yang positifnya saya ambil, yang negatifnya saya buang. 

Sebenarnya kasus dan fenomena seperti mba dokter itu bukanlah hal yang aneh. Cuman mungkin kasus mba dokter ini begitu viral karena diekspos di media sosial yang di-share juga sama akun gosip tersebut. Saya juga punya loh teman yang mengalami kejadian seperti si mba dokter yang diselingkuhi itu, kondisinya pun sama ditinggalkan saat ia sedang hamil. Enggak hanya itu, saya juga punya teman yang menjadi valakor seperti selingkuhan suaminya mba dokter itu. 

Kalau dari sisi yang diselingkuhi, jelas ia merasa marah dan kesal pada pasangannya serta selingkuhan si pasangannya. Sementara dari sisi si valakor, yang pernah saya dengar dari curhatan teman saya itu (sebut saja namanya Anggun), dalam hati kecilnya sebenarnya dia merasa bersalah tapi karena dibutakan oleh cinta dan janji-janji manis dari si cowoknya, dia merasa enggak rela kalau harus kehilangannya. 

Satu hal yang saya ingat dari curhatan Anggun, katanya awalnya dia enggak ada niatan untuk merebut suami orang. Dia enggak akan mulai jatuh hati kalau si cowoknya tidak memberi perhatian lebih atau curhat soal rumah tangganya. Dan biasanya yang dikeluhkan atau dicurhatkan si cowok soal rumah tangganya bermula karena hilangnya atau menurunya respek di antara pasangan suami istri.

Hal ini nih yang saya garis bawahi, RESPEK. Pernikahan saya dengan suami memang baru 2 tahun 6 bulan, ah masih cupu lah, pengalamannya juga masih cetek, tapi saya harus terus belajar soal rumah tangga untuk kebaikan rumah tangga saya. Bukan hanya melalui buku-buku soal rumah tangga, melainkan dari kehidupan langsung pasangan suami istri yang ada di sekitar saya, termasuk kedua orang tua saya. Siapa sih yang mau rumah tangganya hancur? Enggak ada! Semua pasangan, menginginkan bisa menjalankan rumah tangga yang harmonis, sakinah mawaddah wa rahmah.

Ketika saya mendengar curhatan dari Anggun soal dia merebut suami orang lain, tentu saja saya marah. Mungkin dia juga bosan mendengar saya menasehatinya berkali-kali bahkan berpuluh-puluh kali. Namun, mau bagaimana lagi, yang menjalankan hidupnya kan dia bukan saya, mau saya berkoar-koar sampai mulut saya berbusa juga kalau dalam hatinya merasa perbuatannya itu benar dan tidak melukai siapapun, saya bisa apa?

Cuman satu hal yang saya ambil dari curhatannya, jika tidak ingin rumah tangga saya diganggu valakor, saya dan pasangan memang harus bisa menjaga respek kami agar tidak hilang atau menurun. Karena tanpa disadari, respek terhadap pasangan kerap dikesampingkan. Yang selalu diingat agar rumah tangga harmonis hanyalah kepercayaan, kesetiaan dan kejujuran, padahal respek juga diperlukan (itu saya ya sebagai pasangan baru, mungkin yang sudah berpenglaman mah sudah menerapkan semuanya hehe).

Kalau berdasarkan salah satu artikel di laman Vemale.com  dituliskan, Henry Manampiring dalam bukunya The Alpha Girl’s Guide menuliskan bahwa rahasia suami istri yang harmonis itu sebenarnya bisa disederhanakan menjadi dua kata: love dan respect. “Istri harus mendapatkan dan merasakan ‘love’, sementara suami mendapatkan dan merasakan ‘respect’. Hal ini tidak berarti seolah-olah istri tidak perlu mendapatkan respek dan suami tidak perlu mendapatkan cinta, tetapi bahwa kedua gender memiliki prioritas yang berbeda,” tulisnya.

Seperti yang pernah saya bahas juga dengan suami saya, menurutnya buat seorang suami mah simple, dia hanya ingin dihargai, misalnya dengan secangkir kopi atau teh hangat sepulang kerja yang disiapkan oleh sang istri sepulang kerja, bukannya disambut oleh muka murung atau omelan yang tak henti-hentinya diucapkan. Kata pak suami, laki-laki itu kalau abis capek kerja seharian, pas pulang jangan langsung ditanya ini itu atau diomelin, kasih waktu sebentar untuk dia istirahat, menarik napas sejenak, lalu meminum kopi atau teh hangat buatan istrinya. 

Lain halnya dengan perempuan yang perlu mengeluarkan 20.000 kata per harinya. Jika belum menghabiskan jatah kata per harinya tersebut, perempuan akan terus berbicara. Perempuan justru lebih suka langsung ditanya oleh pasangan, misalnya seperti "Kenapa, bu, kok pulang kerja wajahnya murung gitu? Ada apa di kantor?". Kalau laki-laki pulang kerja langsung ditanya seperti itu bukannya mau menjawab, yang ada kesel kalau kata pak suami mah, hehe. Terlihat sepele sih, tapi kalau dibiarkan, lama-lama respek terhadap pasangan bisa menurun dan mengganggu keharmonisan rumah tangga.

Intinya sih, suami dan istri harus saling melengkapi dan menguatkan. Jika salah satu ada yang salah, segeralah berintrospeksi diri, jangan saling menyalahkan. Coba untuk selalu respek pada pasangan.

Friday, March 17, 2017

Putus atau Pertahankan?

Beberapa minggu lalu, timeline media sosial saya dipenuhi dengan artikel mengenai "anak Amien Rais dan Selmadena". Itu tuh kisah cinta mereka yang ditulis Selmadena dalam caption-caption Instagramnya serta melalui tanda pagar (hashtag) #haqyselmajourney yang kemudian viral di berita-berita daring. Buat yang belum tahu, saya bahas sedikit ya apa sih yang membuatnya menjadi viral.

Jadi, semuanya berawal dari postingan Selmadena di Instagram-nya yang menceritakan soal perjalanan cintanya dengan Haqy Rais (anaknya Amien Rais) yang kini telah sah menjadi suaminya secara agama maupun negara. Dalam postingan-postingannya tersebut, Selmadena selalu menambahkan tanda pagar #haqyselmajourney. Nah, yang membuatnya viral dan menuai pro kontra adalah kisah percintaannya yang diungkapkan oleh Selmadena, yakni Selma yang memilih Haqy padahal ia sedang menjalani hubungan jarak jauh dengan pria lain.

Inilah salah satu caption Selma yang viral di berita daring dan media sosial:
@selmadena #HaqySelmaJourney
-
Astaghfirullahaladzim.. Hari itu adalah hari yang sangat berat dalam hidupku.
Aku punya pacar yang sangat aku harapkan, aku cintai, dan waktu itu, benar-benar aku anggap sebagai teman hidupku.
-
Malam itu, aku bersujud pada Allah, aku merenungi doa-doaku.
Aku merenungi, betapa di setiap sujudku aku selalu berdoa: Ya Allah, jika memang pria yang kucintai sekarang ini (pacarku) adalah jodohku, dekatkanlah kami, apabila bukan, gantikanlah ia dengan pria yang BAIK MENURUTMU, bukan baik menurut hamba-Mu ini ya Allah..
-
Sejak usia 17 tahun, aku punya mimpi untuk menikah muda.
Berkaca dari Mamaku, @idafitri_n, yang menikah muda namun masih dapat menggapai mimpi-mimpinya. Lalu, kenapa aku tidak bisa?
Aku bisa berkarir, dengan dukungan suami disampingku, teman hidupku. Pokoknya, usia 25 tahun adalah usia maksimalku menikah! Pikirku waktu itu..
-
Tapi berkali-kali aku jatuh bangun mencari orang yang tepat untuk mewujudkan mimpiku, tidak juga ketemu. Berkali-kali aku mengorbankan hatiku, justru aku terus dihantui ketakutan bahwa aku tidak akan bisa menikah di usia 25 tahun. Dan posisi pada waktu itu, pacarku sedang dalam masa pendidikan dan belum bisa mengajakku menikah.
Namun ada laki-laki yang mengajakku menikah saat ini.
-
Ya Allah.. aku sadar hidup adalah pilihan. Aku harus bagaimana?
Aku gak mau menyakiti hati siapapun, apalagi @haqyrais, dia mengajakku untuk berjalan menuju jalan-Mu yang halal dengan cara yang halal pula..
Dan....aku tidak mau menyakiti hati pacarku ya Allah....

Postingan yang sudah mendapatkan 1.720 like ini kemudian menuai pro dan kontra di para netizen. Ada yang bilang kalau kisah cinta keduanya merupakan kisah cinta yang realistis, tapi tak sedikit juga yang merasa kurang setuju dengan perlakuan Selma karena telah meninggalkan pacarnya yang sedang melakukan pendidikan di kota lain. Sebagian besar yang pro adalah para kaum hawa, sedangkan yang kontra banyaknya dari para kaum adam, hehe.

Di sini, saya sih bukan mau membela siapa-siapa, saya pengin mencoba netral karena saya juga pernah mengalami hal yang serupa dengan kisah mereka. Kalian boleh mengambil yang positifnya dan membuang yang negatifnya. Dan saya menulis ini juga atas izin suami saya, karena tulisan ini juga bermula dari perbincangan antara saya dan suami saya beberapa hari yang lalu.

Saat itu, saya nyeletuk sama suami, bilang, "Yah, di medsos meuni lagi rame ya itu cerita yang cewek mutusin pacaranya yang udah bertahun-tahun gara-gara langsung ada yang lamar dan yang lamarnya ternyata anak Amien Rais,"

"Oh iya? Gimana ceritanya?" tanya suami saya. Kemudian, saya pun menceritakan kronologisnya. Mendengar cerita dari saya, pak suami terdiam sebentar, lalu tersenyum.

"Si Ibu mah suka lupa, kan dulu juga hampir gitu. Ibu sempat bilang ke ayah pas pacaran, 'Ade pengin nikah pas umur 25 tahun. Kalau nanti pas umur 25 tahun Aa enggak ngelamar-ngelamar juga, terus tahu-tahunya ada yang serius sama Ade dan langsung lamar Ade, Ade mah mau milih yang langsung ngelamar aja. Ade enggak mau lama-lama pacaran lagi. Ade pengin cari yang serius'. Inget enggak pernah ngomong gitu ke ayah?" ujar Pak Suami yang membuat saya harus memutar lagi memori masa-masa pas pacaran sama dia.

Dan saya akhirnya ingat, hehe. Ya, waktu itu kondisinya saya dan suami sedang LDR-an. Saya di Bandung, dan dia di Jakarta. Pas lagi LDR-an itu, kita sudah menjalin hubungan selama tiga tahun lamanya. Padahal mah ya Bandung-Jakarta teh dekat, tapi karena saat itu saya masih bekerja sebagai wartawan dan dia sebagai programmer jadi jadwal buat ketemuannya suka susah diatur. Yang namanya LDR mah ya, mau dekat kotanya atau jauh, pasti aja enggak semuanya berjalan mulus, ada we gogodanya hehe. Berantem-berantem mah pasti ada aja, apalagi kalau soal lawan jenis, udah deh berantemnya bisa panjang kali lebar.

Nah tapi, dari awal kita pacaran, terutama pas LDR-an, kita mah udah buat perjanjian untuk saling terbuka dan cerita sejujur-jujurnya, apalagi kalau ada lawan jenis yang pedekate. Saat itu, saya berusia 23 tahun, dua tahun lagi menuju 25 tahun yang merupakan umur idaman saya untuk menikah. Kenapa saya ingin menikah di umur 25 tahun?

Simple sih sebenarnya jawabannya. Pertama, saya enggak mau pacaran lama-lama, apalagi melebihi 5 tahun, yang berarti kalau nanti pas saya berumur 25 tahun, saya dan si pacar alias pak suami, pacarannya udah 5 tahun. Kedua, saya ingin menikah muda karena ingin cepat punya anak biar anak saya nanti pas kuliah sayanya usinya masih di bawah 50 tahun, biar masih produktif dalam mencari uang dan membiayai anak saya sekolah, hehe. Ketiga, katanya kan kalau perempuan hamil di atas usia 30 atau 35 tahun suka lebih capek. Berdasarkan, berita di tempo.co disebutkan, wanita usia 25 tahun memiliki risiko melahirkan dengan perbandingan 1:1.250. Menjelang 30 tahun, perbandingan risiko melahirkan anjlok menjadi 1:952. Usia 35, menjadi 1:378. Seiring meningkatnya usia, rasionya terus menurun. Umur 25 tahun dipandang sebagai usia paling ideal untuk melahirkan. Direntang usia 20-30 tahun, katanya kemampuan untuk hamil dan tingkat kesuburannya mencapai 90 persen. Maka dari itu, rentang usia 20-30 tahun disebut sebagai rentang usia hamil terbaik.

Balik lagi ke obrolan saya dan suami. Pas saya bilang saya mau menikah di usia 25 tahun, awalnya suami saat itu enggak langsung setuju. Menurutnya, dia baru juga kerja setahun, masih banyak mimpi-mimpi yang belum dia gapai, dan dia juga merasa masih belum bisa ngasih banyak untuk kedua orangtuanya. Namun, dengan berbagai pertimbangan dan obrolan-obrolan yang biasa kami lakukan pada saat bertemu, akhirnya Pak Suami melamar saya di usia 24 tahun. Dengan berbagai pertimbangan dan keputusan yang tak mudah, Pak Suami berjuang untuk melamar saya, bahkan ia mencoba mencari pekerjaan di Kota Bandung agar setelah menikah kami berdua tinggal di Bandung, tak perlu LDR lagi.

Di saat ia sedang berjuang untuk memenuhi permintaan saya yang ingin menikah di usia 25 tahun, saya pun pernah mengalami hal serupa seperti Selma. Saat itu ada juga laki-laki lain yang hendak melamar saya. Kalau berdasarkan materi sih, jauh lah dari pak suami yang saat itu masih berjuang, memulai semuanya dari nol. Laki-laki ini sudah mapan, sudah punya rumah, kendaraan pribadi, punya usaha, pokoknya kalau saya menerima lamarannya, saya keluar kerja pun *kasarnya sih* ongkang-ongkang kaki di rumah juga tetep banyak duit, hehe. Namun, saat itu, yang saya pikirkan adalah si pak suami yang sedang berusaha memenuhi permintaan saya. Dia yang sedang berjuang, melawan egonya untuk membuktikan bahwa dirinya serius dengan saya. Baginya melakukan hal itu tidaklah mudah. Lagian kan batas waktunya juga sampai usia 25 tahun. Jadi, dia berhak untuk berjuang sampai batas waktu dan saya berhak menilainya. Selama itu pula tak ada yang saya tutup-tutupi, semuanya saya ceritakan padanya, termasuk soal laki-laki yang hendak melamar saya.

Akhirnya, tepat di usia 25 tahun lebih 3 bulan atau pada saat 12 Oktober 2014, kami berdua menikah. Hubungan yang kami bina selama 5 tahun itu berakhir bahagia. Kalau kata Pak Suami sih, "Coba kalau ayah enggak ngelamar ibu waktu itu, mungkin ayah juga bisa berakhir kayak si mantan pacarnya Selma itu, haha"

Memang benar, perempuan itu butuh kepastian, tapi para pria juga butuh kepastian kok dan untuk melamar seorang perempuan, kata ayah sih buat laki-laki butuh kekuatan yang besar. Karena apa? karena saat menikah, laki-laki tak hanya mencari nafkah untuk istri dan anak-anaknya, pada saat ijab qabul terucap dari mulutnya, saat itulah ia berjanji: "Maka aku tanggung dosa-dosanya si wanita dari ayah dan ibunya, dosa apa saja yang telah dia lakukan, dari tidak menutup aurat hingga ia meninggalkan solat. Semua yang berhubungan dengan si wanita, aku tanggung dan bukan lagi orangtuanya yang menanggung, serta akan aku tanggung semua dosa calon anak-anakku".

Terlepas dari semua itu, baik Selma dengan kisah cintanya pasti punya alasan tersendiri, seperti saya dan suami yang memilih untuk tetap bertahan dengan alasan-alasan kami. Semuanya kembali lagi kepada pribadi masing-masing dan hanya yang menjalaninya yang tahu kisah sebenarnya. Orang lain hanya bisa menilai.



Sunday, March 12, 2017

Arti Sebuah Nama Bagi Periset


Dulu, saat masih sekolah atau kuliah, bagi saya jika membahas soal nama tak akan jauh dari arti nama atau panggilan seseorang. Misalnya, saat teman saya menanyakan, "Apa sih arti nama kamu?" atau "Kenapa sih kamu dipanggilnya Moy?". Dari zaman sekolah sampai kuliah, mungkin pertanyaan tersebut sudah tak asing lagi didengar. 

Nah, kalau sekarang, saat sudah menikah dan punya anak, yang ditanya bukan lagi apa arti nama saya, tapi banyak orang yang lebih menanyakan, "Moy, anakmu siapa namanya?", "Wah namanya bagus, artinya apa?", atau "Eh Moy, dapat inspirasi nama anak kamu dari mana?". Membahas soal nama seseorang memang selalu menarik karena setiap nama memilik arti yang unik, yang di dalamnya tersimpan doa dan harapan dari orangtuanya atau bisa juga merupakan gabungan dari nama kedua orangtuanya, dan bahkan bisa merupakan singkatan dari sebuah kalimat.

Contoh nama yang di dalamnya tersimpan doa dan harapan adalah anak saya, Ghaziran Dhiyaa Titan Putra. Dulu saat saya hamil, saya dan suami sudah menyiapkan dua nama, satu nama anak laki-laki dan satu nama anak perempuan. Saking banyaknya referensi soal nama anak yang malah membuat kami berdua pusing tujuh keliling, akhirnya kami malah menggabungkan nama cucu dan anaknya Aa Gym serta nama suami saya, hehe. Kenapa? karena pak suami begitu mengidolakan Aa Gym, jadi menurutnya nama cucu dan anaknya pasti memiliki arti yang baik, dan memang setelah cari referensi sana sini soal nama cucu dan anaknya Aa Gym yang kami jadikan referensi memiliki arti yang baik.

Ghaziran artinya berlimpah
Dhiyaa artinya cahaya
Titan artinya besar
Putra artinya anak laki-laki

sehingga jika semuanya digabungkan, kami berdua memiliki persepsi bahwa nama ini memiliki arti anak laki-laki yang bercahaya yang akan menjadi orang besar dan membawa rezeki berlimpah-limpah. Aamiin, semoga saja nama yang kami berikan ini menjadi doa, hehe.

Lalu, saya juga mempunyai teman yang nama anaknya diambil dari gabungan nama dia dan suaminya, yakni Diaz, singkatan dari Dita dan Azwar. Yang uniknya lagi, saya mempunyai teman yang namanya merupakan singkatan dari sebuah kalimat yang dibuat oleh orangtuanya, yaitu Altherita, singkatan dari Alhamdulillah telah lahir puteri pertama kita.

Berbicara soal nama dan artinya memang selalu menarik, apalagi sekarang saat saya bekerja sebagai periset di salah satu media cetak di Kota Bandung. Di sini, saya mulai banyak membaca dan membahas soal toponimi. Berdasarkan Kamus Besar Bahas Indonesia, toponomi berarti cabang onomastika yang menyelidiki nama tempat; nama tempat. Sementara itu, berdasarkan Badan Informasi Geospasial, toponomi merupakan nama yang diberikan kepada unsur rupabumi  yang tidak hanya berupa tulisan di peta atau papan nama petunjuk jalan atau lokasi suatu tempat. Lebih jauh, toponimi/toponim merupakan informasi geospasial yang berfungsi sebagai titik akses langsung dan intuitif terhadap sebuah sumber informasi lainnya. Toponimi merupakan ilmu yang mempelajari nama tempat (toponim), mulai dari asal usul, arti, makna, penggunaan dan tipologinya.

Sebagai periset yang setiap minggunya harus menulis tentang bangunan cagar budaya yang ada di kota Bandung serta menjadi narasumber di radio yang setiap dua minggu sekali harus membahas sebuah kawasan di Kota Bandung, maka saya dan teman periset lainnya tak jauh-jauh dari toponimi. Hampir setiap harinya kami akan membahas soal asal usul serta arti nama dari sebuah jalan atau gedung cagar budaya yang ada di Kota Bandung.

Belajar toponimi itu seru, dan saya masih belajar toponimi nama jalan-jalan yang ada di Kota Bandung. Baru beberapa jalan yang saya dan teman-teman periset lainnya bahas saja sudah seru, apalagi belajar toponomi daerah lainnya, bukan hanya Bandung, ah pasti serunya pakai banget deh :)

Di postingan ini juga saya ingin membahas beberapa nama jalan di Kota Bandung yang baru saja kami bahas, yang mungkin bisa menambah ilmu untuk orang lain juga, terutama para pecinta sejarah. Pertama, saya akan membahas Jalan Tamblong, Kota Bandung. Buat yang suka lewat sini atau mungkin tinggal di daerah sini, tahu enggak kalau Jalan Tamblong itu sebenarnya diambil dari nama Keluarga Cina Konghu? Jadi, menurut buku Haryoto Kunto dalam bukunya Semerbak Bunga di Bandung Raya, disebutkan bahwa nama Tamblong berasal dari sebuah nama Keluarga Cina Konghu bernama Tam Long yang berprofesi sebagai tukang/juragan kayu dan mereka tinggal dikawasan tersebut sejak tahun 1874. Namun, karena ada vernakulasi atau adaptasi ke bahasa setempat maka jalan tersebut disebut Tamblong.

Kemudian, yang menarik lagi adalah nama-nama gang atau jalan di kawasan Sudirman. Jalan ini merupakan kawasan multi etnis, di sana terdapat blok atau gang yang namanya diambil dari saudagar Arab, Pedagang Tiongkok dan tokoh Sunda. Di kawasan tersebut, di antara pasar baru dan Gardujati terdapat gang arab. Area itu sebelum abad 19 didiami oleh saudagar arab di antaranya: Basalamah, Durman, Ence Azis, Yakub, alkateri (Alkatiri) dan Dulatip. Bagi orang Bandung, nama-nama ini mungkin sudah tidak asing lagi atau bahkan ada yang tinggal di daerah tersebut.

Lalu, ke sebelah barat dari gang arab, terdapat nama-nama tokoh Sunda yang disegani, yaitu Sasmithapura, R.Adibrata, Wangsa dan Irsyad. Selain itu, ada juga penamaan gang berdasarkan penghormatan kepada orang-orang lokal yang pergi haji, seperti Gg. Haji Basar, Gg. Haji Durasyd dan Gg. Haji Pahrurodji.

Lebih jauh ke arah barat, merupakan kawasan pedagang Tiongkok, di antaranya adalah Guan An atau sekarang dikenal dengan nama Jalan Andir, Lun An sekarang Jalan Luna, Sim Tjong yang terletak di sebelah SDK BPK atau SD Gang Sim Tjong, kini berubah menjadi Gang Adibrata. Guan An dan Lun An merupakan pemilik properti yang kesohor pada saat itu, mereka membangun deretan rumah di kawasan tersebut. 

Menarik bukan? Ini baru sebagian dari nama-nama jalan yang ada di Kota Bandung. Apalagi membahas nama-nama tempat atau jalan di kota lain, bahkan negara lain atau nama dari jenis-jenis makanan, sebuah benda, atau lainnya, pasti akan lebih menarik lagi.

Jadi, kalau ada yang bilang, "Apalah arti sebuah nama?"-dalam arti sebenarnya, bukan dalam arti kiasan yang seperti diungkapakan William Shakespeare, saya akan menjawab, arti sebuah nama itu penting, karena di dalam sebuah nama itu tak hanya ada doa dan harapan, tapi terdapat sejarah, filosofi, dan misteri lainnya yang jika digali lebih dalam begitu menarik.

Thursday, March 2, 2017

Sayang Anak, Sayang Pasangan


"Eh tahu enggak, si A katanya cerai ya sama istrinya? Kok bisa cerai ya? Padahal kan istrinya cantik, baik, terus sayang banget sama anaknya"

"Eh katanya si B selingkuh ya sama cowok lain? Kok bisa ya? Padahal kan suaminya ganteng, kaya, terus kelihatannya juga baik dan perhatian ya"

Hmmm, mungkin sebagian orang ada yang pernah dengar kalimat-kalimat gosip kayak gini. Saya dan suami kayaknya sering banget dengar kalimat-kalimat ini di sekitaran kami. Mau coba tutup telinga, tapi da kedengaran, ya kita berdua mah cuman bisa ambil positifnya saja dari kalimat-kalimat itu, hehe. Hal gini tuh sebenarnya enggak cuman terjadi di lingkungan sekitar saja sih, yang secara terang-terangan dan sering komentar-komentar kayak gitu tuh biasanya ibu-ibu yang lagi ngomentarin soal rumah tangga para artis, ya kan? hehe

Enggak bisa dipungkiri deh, kalimat-kalimat di atas pernah terdengar dari mulut para ibu-ibu atau ada juga bapak-bapak yang biasanya lagi nonton gosip para artis. Dari hal-hal kayak gini, pak suami tiba-tiba bilang, "Makanya, bu, kalau udah nikah dan punya anak kayak gini mah kita teh harus seimbang,"

"Maksudnya, yah? Seimbang gimana?" tanya saya pada pak suami.
"Ya perlakuan kita harus seimbang sama pasangan dan anak. Misalnya nih yah, ibu hebat banget lah kalau ngurus soal Ziran. Dari mulai makannya, pakaiannya, semuanya pokoknya diperhatiin, jangan sampai ada yang kurang. Semua ibu lakuin yang terbaik buat Ziran supaya Ziran tumbuh dengan baik dan sehat. Tapi, ibu enggak melayani ayah sebagai suami dengan baik. Misalnya, ayah pulang kerja, ibu buad-baeud (cemberut) sama ayah, enggak nyambut ayah dengan senyuman. Atau ayah pulang kerja, ibu malah sibuk ngurus Ziran sampai-sampai enggak sempat menyiapkan air minum atau bahkan sun tangan sama ayah. Menurut ibu itu seimbang enggak?" jawab pak suami panjang lebar :D

Mendengar jawabannya, saya malah diam, tertegun.

Belum sempat menjawab, pak suami bertanya lagi, "Enggak seimbang kan?"

"Iya," jawab saya singkat sambil mengangguk.

"Ya gitu, bu. Kalau dengar dari beberapa teman atau fenomena-fenomena perceraian yang ada, biasanya penyebabnya gara-gara si pasangan itu enggak bisa seimbang dalam bersikap, terutama pada saat sudah punya anak. Banyak orangtua yang terlalu fokus pada anaknya, tapi enggak fokus sama pasangannya. Bisa jadi dia adalah seorang ibu yang baik tapi belum bisa menjadi istri yang baik. Dan bisa jadi dia adalah seorang istri yang baik tapi belum bisa menjadi ibu yang baik. Dan sebaliknya, ada juga ayah yang baik tapi dia enggak bisa jadi suami yang baik. Ada suami yang baik tapi dia enggak bisa jadi ayah yang baik. Kalau menurut ayah sih, setelah menikah dan mempunyai anak, perlakuan kita sama pasangan atau anak kita itu ya harus seimbang, enggak boleh berat sebelah."

Obrolan saya dan suami malam itu sedikit menampar diri saya yang saya akui kadang ada kalanya saya memang terlalu fokus pada Ziran, dan lupa pada peran saya sebagai seorang istri yang seharusnya juga melayani suami saya. Saya terlalu hanyut berperan sebagai seorang ibu karena merasa sudah berjuang selama 9 bulan mengandungnya kemudian menahan sakit yang luar biasa pada saat melahirkannya. Padahal, sebelum si buah hati lahir, ada suami juga yang berjuang bersama kita untuk mendapatkan sang buah hati, hehe.

Jadi, cobalah belajar untuk seimbang agar bisa menjadi ibu yang baik sekaligus istri yang baik atau ayah yang baik sekaligus suami yang baik ;)
Ya, semoga kita semua bisa menjadi pasangan yang baik serta orangtua yang baik ^^




Friday, February 24, 2017

Kehamilan Ziran Minggu ke-7 dan ke-8

Kehamilan minggu ketujuh, semuanya masih terasa normal. Perut? Sudah pasti belum membesar. Nafsu makan? Masih dalam tahap wajar kayak makan sehari-hari aja. Mual? Enggak ada rasa mual, semua makanan masih masuk dalam perut dengan lancarnya tanpa hambatan. 
Di sinilah saya mulai takabur (astagfirullah, jangan diikuti ya, hehe). Merasa menjadi ibu hamil yang sempurna, yang tanpa rasa mual dan menyusahkan orang lain seperti ibu-ibu hamil kebanyakan.
Pertama kali kontrol ke doktor kandungan, saya disarankan minum susu ibu hamil. Karena saya baru pertama kali hamil dan pertama kali kontrol, saya pun langsung menuruti saran dokter kandungan saya tersebut. Sepulang kontrol kandungan, saya dan suami langsung membeli susu untuk ibu hamil di supermarket. Selama satu minggu saya meminumnya dengan lancar tanpa hambatan. Rutin, setiap pagi sebelum berangkat kerja dan malam hari sebelum tidur. Tanpa disadari, terbersit dalam hati ucapan, "Alhamdulillah minum susu ibu hamil enggak mual-mual, enggak kayak kata orang-orang yang kalau hamil trimester pertama suka mual-mual plus muntah-muntah."

Dan tadaaaa...tak perlu menunggu waktu yang lama, kata-kata yang sempat terbersit dalam hati saya itu seakan menjadi bumerang bagi saya sendiri. Seminggu kemudian, saya mual-mual, bahkan sampai muntah-muntah luar biasa hebatnya. Setiap yang saya makan, semuanya keluar lagi, termasuk apa yang saya minum juga. Pokoknya, enggak ada satu pun makanan maupun minuman yang masuk, termasuk air putih sekali pun, hiks hiks. Perut dan tenggorokan terasa sakit karena selalu muntah dan bulak-balik ke kamar mandi. Belum lagi, badan rasanya lemes banget karena hanya sedikit makanan ataupun minuman yang mungkin masuk ke dalam perut.

Saat itu, saya hanya bisa menangis dan mengeluh pada suami saya. Di satu sisi saya lapar banget dan haus banget, sedangkan di satu sisi mulut rasanya pahit banget dan ngebayangin makanan aja udah bikin enek, huhu. Suami saya hanya bisa bilang, "Sabar, bu, sabar", karena dia juga bingung untuk menghilangkan rasa mual saya. Semua saran orang-orang pun enggak ada yang mempan, seperti makan permen jahe, minum jahe, makan atau minum minuman yang asem-asem, makan dengan porsi sedikit-sedikit, dan lain sebagainya. 

Di kehamilan minggu kedelapan pun akhirnya saya tumbang. Saya hanya bisa nguat-nguatin diri aja supaya ada yang masuk ke dalam perut, meskipun hanya sekadar sari-sarinya saja. Yang ada dalam pikiran saya, saya harus kuat dan anak dalam kandungan saya tidak boleh sampai kekurangan gizi, dia harus berkembang.

Kemudian, saya teringat dengan kata-kata yang pernah saya ucapkan dalam hati pada kehamilan minggu ketujuh saya. Bagaimana saya begitu takaburnya karena tidak mengalami mual-mual dan muntah-muntah. Saya pun beristigfar dan meminta maaf sama Allah karena merasa sudah takabur atas kehamilan saya bukannya bersyukur.

Di kehamilan minggu kedelapan ini saya mulai harus beradaptasi dengan rasa mual-mual ini. Di kehamilan minggu kedelapan ini pula saya mulai belajar menjaga kata-kata, belajar peka, belajar untuk lebih bersyukur, belajar menghargai segala sesuatu, dan banyak sekali pelajaran lainnya yang harus saya pelajari. 

Pada kehamilan pertama ini, saya banyak bertafakur atas segala sikap saya selama ini. Saya yang mungkin terlalu bahagia diberi kehamilan yang di minggu-minggu awal tanpa merasakan mual sehingga kebahagiaan saya itu melewati batas dan berakhir menjadi sebuah kesombongan yang tanpa disadari. Dari sini saya mulai belajar, hamil itu bukan hanya soal bagaimana saya harus menjaga anak dalam kandungan saya, melainkan juga soal menjaga sikap dan perilaku kita terhadap kehamilan kita yang bisa melenakan dan mungkin mengeluarkan kata-kata yang bisa menyakiti orang lain.

Jadi, buat para ibu hamil lainnya yang pada saat kehamilan tidak merasakan mual-mual atau muntah-muntah, bersyukurlah dan jangan sampai keluar celetukan seperti saya yang membandingkan dengan ibu hamil lainnya. Hal ini benar-benar terasa seperti tamparan keras buat saya jika mengingatnya. 

Ibu hamil itu unik, dan setiap ibu hamil memiliki kondisi yang berbeda-beda. Jadi, jika ibu hamil yang tidak merasakan mual-mual atau muntah-muntah tidak bisa memberikan saran kepada ibu hamil yang merasakan mual-mual atau muntah-muntah, setidaknya bersimpatilah dan hiburlah mereka. Toh bukan mereka yang pengin mual-mual dan muntah-muntah kok, tapi memang pada kehamilan, tubuh perempuan mulai memproduksi hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG). 

Meski penyebab mual selama kehamilan belum dijelaskan secara pasti, mual biasanya terjadi ketika produksi HCG dimulai. Akibatnya, mual selama kehamilan mungkin menunjukkan bahwa ibu hamil mengalami pendakian normal hormon kehamilan yang diperlukan untuk kehamilan yang sehat.

Oh ya, ternyata berdasarkan informasi dari berita dalam jaringan (daring) CNN, mual selama kehamilan juga bermanfaat, yakni:
  • mengurangi paparan janin terhadap zat berbahaya dalam diet ibu hamil; 
  • mendorong ibu hamil untuk makan makanan yang mengandung nutrisi tertentu, seperti yang kaya karbohidrat; 
  • meminta ibu hamil untuk menyesuaikan tingkat aktivitasnya untuk mendukung pertumbuhan jaringan ibu dan janin.
Intinya sih baik hamil maupun enggak hamil, selalu bersikap baik dan berpositif thinking. Apa yang Allah kasih sama kita adalah yang terbaik, semuanya ada manfaatnya, semuanya memiliki makna, termasuk mual selama kehamilan :)






Thursday, February 9, 2017

Karena Enggak Mau Minta Maaf Setitik Rusak Hubungan Sebelanga

Ziran (anak saya) bersama Mas Dzikra (anak kakak saya)

Sebagai seorang adik, saya merasakan, orang yang menjadi panutan atau idola pertama saat kecil adalah kedua kakak saya, terutama kakak perempuan saya karena kami sama-sama perempuan. Apa yang dipakainya, apa yang dilakukannya, terlihat selalu menarik di mata sang adik. Namun, lain halnya dengan sang kakak, biasanya mereka malah sangat kesal ketika adiknya membuntuti atau meniru apa yang dilakukannya. Begitu pula yang terjadi pada saya dan kakak perempuan saya pada saat kecil, dan sekarang terjadi juga pada anak saya dan kakak perempuan saya.

Ziran begitu mengidolakan Mas Dzikra. Apa yang digunakan Mas Dzikra, Ziran selalu ingin menggunakan sesuatu yang sama dengannya. Apa yang dimainkan Mas Dzikra, Ziran juga mau memainkannya. Apa yang dilakukan Mas Dzikra, Ziran selalu mengikutinya. Dan hal itu kadang membuat Mas Dzikra kesal, kemudian bilang, "Ade Ziran ih, itu kan mainan Mas!", "Ade Ziran ih, aku enggak suka diikutin". Atau salah satunya ada yang menangis karena berebutan mainan.

Kalau ngobrol sama beberapa teman dan sahabat saya juga ternyata memang tak jauh berbeda, mereka yang mempunyai kakak seperti saya pasti pernah mengidolakan kakaknya dan ingin sepertinya. Jadi, dari hasil obrolan saya dengan beberapa teman dan sahabat saya ini bisa disimpulkan biasanya saat masih kecil, sang adik sangat mengidolakan sang kakak. Sementara itu, sang kakak akan berusaha menjauh atau membatasi diri dari adiknya supaya tidak diikuti, yang pada akhirnya berujung berantem, hehe.

Membahas soal hubungan adik dan kakak, membuat pikiran saya bernostalgia dengan masa kecil saya bersama kedua kakak saya. Tak bisa dihitung berapa kali kami bertengkar karena hal sepele, terutama saya dengan kakak perempuan saya. Dia selalu merasa risih jika saya mengikuti gayanya, meminjam bajunya, atau hal-hal lainnya yang bersifat "duplikat", dan akhirnya berantem. Namun, yang selalu saya ingat saat kecil itu, seberantem-berantemnya kami pada akhirnya bakal baikan juga. Semarah-marahnya kakak saya atau senakal-nakalnya saya bikin kesal kedua kakak saya, pada akhirnya kami akan saling memaafkan.

Lalu, saat ini saya merasa, lebih baik berantem pada saat masih kecil seperti dulu yang beberapa jam kemudian atau keesokannya bisa lupa begitu saja. Lebih baik berantem pada saat masih kecil seperti dulu, yang kalau disuruh maaf-maafan sama orangtua kita langsung maafan dan besoknya main lagi kayak biasa, dibandingkan berantem pada saat dewasa, seusia seperti saya. 

Entahlah, tapi saya merasa saat kecil, maaf memaafkan terasa lebih tulus dan lebih mudah dilakukan dibandingkan saat sudah dewasa. Saat sudah dewasa, hal kecil saja bisa berbuntut besar, meskipun adik kakak kandung bisa berakhir menjadi benci atau tak saling sapa, bahkan tak saling kenal. 

Tak sedikit saya melihat adik kakak yang bertengkar besar hanya karena hal sepele dan mereka terlalu gengsi untuk saling memaafkan. Semuanya merasa paling benar, semuanya merasa tidak perlu meminta maaf, semua merasa gengsi untuk mengakui duluan siapa yang salah dan memulai minta maaf. Egois!

Namun, begitulah nyatanya. Seperti halnya di dunia media sosial sekarang ini, yang dikit-dikit orang cepat tersinggung, kemudian saling menghujat, semuanya merasa paling benar, saling meng-unfriend, enggak pada mau minta maaf, terus jadi enggak mau saling kenal juga di dunia nyatanya. Sekarang mah, "karena share setitik rusak hubungan sebelanga", "karena enggak mau minta maaf setitik rusak hubungan sebelanga".

Balik lagi ke persoalan adik kakak, sekarang saya dan kedua kakak saya sudah enggak pernah berantem lagi karena hal sepele. Karena hal itu juga, saya dan kedua kakak saya sudah jarang mendengar kata "maaf" yang seperti biasa kami lakukan saat kecil jika kami berbuat salah. Kata "maaf" yang kami dengar saat ini hanyalah pada saat lebaran. Itu pun entah apakah maaf memaafkan dari dalam hati atas sikap kita selama ini yang disadari atau tidak disadari karena sempat saling menyakiti atau hanya sekadar "tradisi" lebaran yang biasa dipakai untuk momen mengucapkan "mohon maaf lahir dan batin". 

Ya, di usia saya yang hampir menuju 30 ini, saya merasa sekarang banyak kata "maaf" hanyalah sebuah kata yang tak berisi ketulusan seperti waktu saya kecil. Sekarang, kata "maaf" hanyalah sebuah formalitas untuk sebuah pengakuan. Kata "maaf" hanyalah tameng untuk mencari aman agar tidak terjadi keributan. Ah, memang rumit ya dunia dewasa ini.